Minggu, 04 Mei 2014

pilhan

terdengar isak di sampingku. sengaja aku tidak menoleh. mungkin kak eli sedang pilek. ya, ternyata akunya yang tidak peka. yang bahkan tidak tau kalau kakak berkulit putih itu sedang menangis. pun aku mengetahuinya ketika kak lia bersandar di bahu kak wati. bahunya berguncang, saat aku menoleh. pasti ia berusaha menahan agar suaranya tidak keluar. 
sejujurnya aku bingung, kenapa kak lia menangis? apa ada masalah, tapi, sedari tadi, sejak pembicaraan ini dimulai, tak ada msalah kurasa.
"na, kenapa kak lia nangis?" kuketikkan pesan itu ke salah ana.
"kak lia memang begitu, diluar memang ia tampak tegar, tapi dalamnya rapuh," begitu balasan ana.
ah, maksudku bukan itu. alasannya apa? mungkiinkah karena pembicaraan ini?
"apa gak ada calon lain? kalau semua satu fakultas, mana bisa," ana berbisik. aku cuma mengangkat bahu. mana ku tahu, kan yang memutuskan orang-orang di atas.
lalu terdengar lagi bisikkan dari yang lain. jujur aku tidak begitu memahami masalah ini.
"baiklah, kalau tidak ada saran lagi, saya tutup forum kita hari ini,"
dari ballik hijab, aku mendengar para ikhwan telah beranjak meninggalkan tempat ini. aku juga ingin pergi, namun urung saat kudengar ana menanyakan perihal calon lain.
"semua sudah kakak list, dan memang, hasilnya yang benar2 memenuhi adalah sandi dan ihsan,"
"tapi kak, kalau sama-sama dari fakultas ini, suaranya tidak banyak, sedang calon lain, mereka berasal dari fakultas yang berbeda, pasti lebih punya banyak suara,"
"dek, semua sudah kami pikirkan, dan tentu saja kami sudah tau resikonya. kakak sudah bilang, kami melistkan semua kader, bahkan akhwat. tapi, tidak ada, bahkan tidak sedikit yang menolak menerima amanah ini, itu yang membuat kakak sedih, kenapa kader kita menolak," kembali air mata mengalir di pipi kak lia. ana hanya terdiam, aku tau, ana masih menyimpan rasa kesal. kenapa calon presma harus dari satu fakultas. namun, begitu kudengar alasan kak lia, aku paham. 
"kakak pulang dulu," kak lia beranjak setelah menyalami aku dan ana.
setelah kepergiannya aku merenung. serumit itukah? sampai membuat seorang kak lia tersedu. atau aku yang tidak pernah peka dengan keadaan ini? 
ya, sekarang aku memahami, kami sedang menempuh jalan terjal, dan penuh batu. tentunya ada air mata yang akan jatuh, bahkan mungkin nanti, darah yang akan berjatuhan.
namun, inilah jalan yang kami pilih, jalan menuju jannahNya
end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar