Kamis, 15 Mei 2014

math

mengapa matematika? jujur saja, bukan karena  materi ini manjadi materi favorit waktu sma, bukaann, saya lebih senang dengan pelajaran menggambar, lalu mengapa?
sekolah di sma yang katanya favorit, diisi oleh siswa yang otaknya melebihi standar (bukan saya pastinya) terkadang menjadi dilema tersendiri. apalagi ketika memasuki masa-masa ngambang, yaitu mendekati ujian. bukan karena takut tidak lulus, tapi tidak tau harus melangkah ke mana berikutnya. mengapa dilema? karena gengsi. jujur saja, (jujur lagi —”) ketika kelas 10, impian saya adalah sekolah diluar, demi apa coba? demi gengsi. karena lulusan sekolah itu memang kebanyakan keluar. dan sempat, ketika membicarakan universitas bersama mereka2 yang telah berada di luar sana, ya, kampus saya yang sekarang tidak dipandang -_-. menyebalkan tentunya.
mungkin karena masa itu pikiran sedang labil, gengsi masih tinggi. namun, lama-lama, menurun juga.
kembali ke awal, lalu mengapa matematika? doktrin orang rumah, ya bisa dikatakan begitulah. matematika itu most wanted katanya, jadi mudah dapatin pekejaan. hingga akhirnya jurusan ini menjadi tujuan.
namun, hanya saya, yang dikelas memilih untuk menjadi seorang guru matematika. yang lain? ah, mungkin mereka lebih tertarik menjadi dokter, insinyur, perawat, dari pada menjadi guru.
namun lagi2 paragraf itu tidak menjelaskan alasan mengapa matematika? oke, saya jelaskan. karena menurut saya pelajaran ini lebih mudah dipahami dibandingkan pelajaran yang lain (kecuali gambar pastinya). walau tidak bisa dipungkiri, otak saya seringkali panas ketika mengutak-atik rumus2 yang diberikan untuk memecahkan persoalan. namun, ya, tetap saja, matematika lebih menarik untuk di pecahkan.
sama sekali tidak berbicara soal prestasi, lha wong prestasi saya pertengahan, jika dibandingkan dengan teman2 saya sekarang -yang waktu sma dapat 95 aja nangis- ya jelas gak ada apa-apanya. hanya karena matematika itu menarik, bukan karena saya ahli di bidang itu. toh, saya juga tidak terlalu masalah dengan prestasi. yang penting ngudeng dengan materinya.
nah, jadi, pilihan tak selalu sejalan dengan keahlian. cukup banyak pilihan dalam hidup saya yang kontradiktif dengan keahlian yang saya miliki. dan semakin saya sadari bahwa, keahlian akan muncul seiring berjalannya waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar