Kamis, 15 Maret 2018

cerita siswa 2

Minggu ini, terakhir bimker di SMA xx. Saya dapat dua kelas yang sama lagi, seperti minggu2 sebelumnya. Kelas ips 1 dan 2
Di kelas IPS 1
Anak Ipa beberapa kali keluar masuk kelas IPS. Hanya dua atau tiga orang. Entah mereka ingin ikut belajar matematika, atau hanya ingin mengganggu temannya.
“kalian ini, kasian guru kalian muridnya sedikit, balik gih sana,” usir saya.
“saya ujiannya milih gak milih biologi bu,”
“saya juga,”
“bu? Kakak tau,” sahur seorang temannya meralat panggilan ke saya.
Saya menyerah.
“ya sudah, jangan keluar masuk tapi,”
Saya melanjutkan menulis lanjutan penyelesaian soal. Tiba-tiba, seorang anak nyeletuk lagi, si anak ipa.
“kak, minta ig nya dong,”
Saya menoleh, mengerutkan kening.
“buat apa?”
“buat di follow lah kak, ig saya xxx,”
“faedahnya?”
“ya nambah followers,”
-,-
“kami aja gak pernah dikasi, apalagi kalian,” jawab seorang anak ips
“yahh,”

Saya tidak menanggapi, dan memilih melanjutkan pelajaran.

Di kelas IPS 2
Tumben-tumbenan mereka hari ini tenang, tidak rebut menanyakan perihal ‘acara’ minggu depan. Dan mereka semua memperhatikan, tidak berbicara sendiri, tidak asyik sendiri. Kami menuntaskan dua materi sekaligus malah. Trigonometri dan statistika. Dan kami juga tidak banyak bergosip hari itu *mungkin sudah puas minggu lalu kkk*
 Karena pertemuan terakhir, jadinya agak sedih. Mereka siswa yang asik dan Perhatian dengan apa yang diajarkan. Akhlak mereka bagus, berbaur tapi tetap hormat dan segan dengan pengajar. 

Rabu, 14 Maret 2018

cerita siswa 1


saya suka sayang sama siswa yang punya bakat, tapi harus dibarengi dengan kelakuannya yang minus, menurut beberapa orang. Sedikit saya menemukan siswa yang mengerjakan soal matematika dengan mengandalkan logika dan kemampuan berhitungnya sekaligus. Biasanya, siswa hanya mengandalkan salah satunya saja, entah kemampuan berhitung, atau hanya logika.
Tapi, saya menemukan siswa yang kemampuan berhitungnya bagus dan disertai logika yang ‘jalan’. Dia jadi bisa dengan cepat mengerjakan soal-soal tertentu tanpa berpatokan dengan rumus. 
Hanya saja, karena kelakuannya, dia jadi diskors dari sekolah. Sayang memang. Saya pun sempat sedikit kecewa, anak dengan bakat seperti ini, jarang ditemui. Sayang rasanya jika dia harus distop untuk belajar bersama temanya. Tapi, mau bagaimana, sudah menjadi aturan sekolah ybs.
Pernah suatu hari, setelah dia mengerjakan beberapa soal, wajahnya terlihat lelah. kemudian saya bilang padanya
“ya udah, gak usah belajar lagi,”
maksudnya bisar dia istirahat. Tapi, sepertinya dia salah memahami.
“saya juga maunya gitu bu. Bukan saya yang mau masuk ke sini. Tapi mama. tau kan kalau sudah kena masalah begini orang tua jadi seperti apa,”
Saya cuma manggut-manggut. 


Jumat, 09 Maret 2018

guru

belakangan ini, cukup banyak berita tentang penganiyaan guru oleh siswanya sendiri. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia. 
Baru-baru ini saja, di daerah saya, ada siswa madrasah yang memukul gurunya karena kesal ketika ditegur. Ya Allah, mau jadi apa kamu nak kalau gak mau dinasihatin??
Saya juga gak ngerti kenapa anak-anak sekarang ganasnya bukan main. Tidak lagi memiliki rasa hormat pada guru. Padahal, dari gurulah mereka dapat ilmu untuk masa depan nanti. 
Belum lagi si orang tua, ada beberapa waktu lalu, berita orang tua yang mukulin gurunya karena gak terima anaknya dinasihatin. Pak, Bu, kalau gak mau anaknya diajari, mbok ya jangan disekolahin. Sekolah itu tempatnya belajar, nasihat ada di mana-mana. ya kalau gak mau, sekolahin aja anaknya sendiri di rumah. Ajari sendiri, rasain deh tu gimana ngajarin anak tanpa bantuan orang lain.
Guru di sekolah, tugasnya bukan hanya mentransfer ilmu, lalu selesai dan pulang. Tapi lebih dari itu. Mereka punya amanah yang berat untuk membantu orang tua menjadikan anak-anak generasi penerus ini, punya kemampuan dan juga Akhlak yang baik. Kalau sekedar transfer ilmu sih, tinggal buat presentasi, bacakan di kelas, sudah. Bodo amatlah mau ada yang dengerin, mau ada yang berantem, mau ada yang nyemplung ke jurang. 
Tapi ya gak gitu. Seorang guru, bukan hanya sebagai fasilitator dalam mencari pengetahuan, tapi juga sebagai pembimbing. Makanya, di pelajaran PKN dulu, guru dikatakan sebagai pengganti orang tua di sekolah. Jadi, sudah selayaknya memberikan nasihat jika ada anak murid yang berlaku tidak sesuai aturan.
Masalahnya sekarang, siswa saja sudah susah diajak kerja sama, ditambah orang tua yang suka sok ikut campur. Beneran bikin gemess.
Saya guru juga, tapi gak ngajar di sekolah. Hanya di bimbel. Jadi, mungkin tugas kami tidaklah seberat tugas guru yang di sekolah. Tapi tetap saja, di sela-sela megajar, saya sesekali menyelipkan nasihat, karena, guru bembel sekalipun, tetaplah guru yang memiliki amanah untuk mencerdaskan generasi bangsa.