Kamis, 07 Agustus 2014

dakwah #keras

saya dapat dari postingan seorang teman di fb, sumbernya dari sini, http://www.islamedia.co/2014/08/kultwitt-malakmalakmal-perjuangan.html
semoga bermanfaat :)

Kultwit @malakmalakmal : Perjuangan Dakwah dan Sikap #Keras

Islamedia.co - Kini marak perdebatan soal ISIS, yang selalu diidentikkan dengan tidak kekerasan. Benar-tidaknya hal tersebut, saya melihat ada sebuah penggiringan opini baru untuk mengidentikkan Islam dengan terorisme. Kita harus menyikapinya dengan bijaksana.

01. Belakangan ini banyak pertanyaan ttg suatu gerakan yg dianggap radikal diantara gerakan2 Islam lainnya. #Keras
02. Gerakan ini dikenal dgn nama ISIS. Walaupun sebagian mengatakan ISIS sebenarnya sdh bubar, menjelma negara. #Keras
03. Sejujurnya, jawaban paling tepat yg dapat saya berikan seputar ISIS adalah: tidak tahu. #Keras
04. Artinya, terlalu sulit bagi saya utk memilah mana informasi yg shahih dan tdk shahih dlm masalah ini. #Keras
05. Ini memang fenomena akhir jaman. Begitu bebasnya informasi membuat kita kebingungan menilai keshahihan. #Keras
06. Tapi tdk mengetahui bukan berarti tak bisa bersikap. Sebab ada para ahli yg bisa diikuti pendapatnya. #Keras
07. Sama seperti kita tdk memahami penyakit, namun sdh semestinya mengikuti saran dokter, meski tak paham diagnosanya. #Keras
08. Di akhir jaman ini, tradisi menerima info berdasarkan ketsiqahan pembawa info pd akhirnya menjadi satu2nya jalan keluar. #Keras
09. Dalam masalah ISIS, saya mengikuti pendapat Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. http://www.dakwatuna.com/2014/07/05/54134/syaikh-qaradhawi-khilafah-ala-isis-tak-sah-secara-syariah … #Keras
10. Dari link di atas, kita bisa membaca pendapat beliau. Walaupun tsiqah kpd beliau, tentu kita perlu membaca penjelasannya. #Keras
11. Banyak yg terkejut ketika ISIS mendeklarasikan pendirian khilafah. Keterkejutan ini tdk mesti dipandang buruk. #Keras
12. Dulu, Abu Bakar ra diangkat sbg Khalifah setelah Nabi saw wafat. Tak ada yg protes, sebab semua tahu siapa beliau. #Keras
13. Demikian jg ‘Umar ra, ‘Utsman ra, Ali ra, tak ada yg meragukan mereka. Aneh kalau ada yg protes. #Keras
14. Tentu akan sangat lain kiranya jika yg menjadi khalifah adalah org tak dikenal atau yg baru ‘kemarin sore’ masuk Islam. #Keras
15. Tapi sayangnya, ISIS menuntut pengakuan dari seluruh umat Muslim secara tiba2. Padahal org msh mempelajari situasi. #Keras
16. Banyak yg tak kenal siapa org yg diangkat oleh ISIS sbg khalifah. Salahkah jika mereka bertanya2? #Keras
17. Kembali pada poin simpang siurnya informasi; justru pada saat inilah ketsiqahan menjadi begitu bernilai! #Keras
18. Oleh krn itu, umat butuh penjelasan yg gamblang perihal ISIS dan tokoh2nya. #Keras
19. Maka, semestinya ISIS mampu berlapang dada dan mudah memaafkan saudara2nya yg tak buru2 membai’at. #Keras
20. Tapi jangankan di Irak dan Suriah, di Indonesia pun perdebatan soal ISIS begitu panas. Mengapa harus dibikin panas? #Keras
21. Tidaklah logis jika cita2 mempersatukan umat mesti diemban o/ mereka yg ‘mudah panas’. #Keras
22. Cita2 sebesar ini sesungguhnya hanya bisa dipikul o/ mrk yg mudah memaafkan saudara2nya. Bukan yg malah bersikap #Keras
23. Di tengah2 simpang siurnya informasi spt sekarang ini, memang tdk mudah utk menelan bulat2 informasi dari tanah seberang. #Keras
24. Ada yg mengatakan bhw info2 miring soal ISIS itu fitnah. Bisa jadi. Tapi bgmn membuat org lain percaya? #Keras
25. Jika tak bisa memberi jaminan bhw info di tangannya 100% benar, bukankah lbh baik memaklumi keraguan org lain? #Keras
26. Ada penjelasan lain yg saya temukan di Youtube, menurut saya ini wajib disimak: http://www.youtube.com/watch?v=6j-cYIUSbpA … #Keras
27. Dari sekian banyak poin yg dikemukakan dlm video tsb, ada satu yg saya anggap sangat penting. #Keras
28. Menurut beliau (Syaikh Abdullah Musthafa Rahhal), sebagian yg direkrut o/ ISIS adalah anak2 muda yg tak pandai bhs Arab. #Keras
29. Krn tak pandai bhs setempat, maka mrk pun bisa dikelabui dgn info2 menyesatkan. #Keras
30. Di Indonesia mungkin kasusnya tdk persis sama, tapi ada benang merahnya, yaitu soal minimnya ilmu. #Keras
31. Sejak Ramadhan lalu, saya mengamati bbrp akun yg sangat vokal membela ISIS. Diantaranya ada anak2 remaja. #Keras
32. Bicaranya keras sekali mengkafirkan demokrasi, tp sayang ia tak malu bicara di TL-nya soal lawan jenis, bahkan (maaf) soal onani. #Keras
33. Jauh sebelum ada ISIS, saya sdh menemukan fenomena yg sama. Anak2 muda bersemangat tinggi, sayang belajar agamanya tdk ‘pas’. #Keras
34. Di antara mrk ada yg suka bicara kasar. Ketika ditegur, jawabannya “ini masalah aqidah, lbh penting daripada akhlaq!” #Keras
35. Ini jawaban yg sangat absurd. Sebab, akhlaq yg baik adalah bukti dari aqidah yg lurus. Ini pengetahuan umum. #Keras
36. Jika beriman kpd Allah SWT, pastilah menyadari posisinya sbg khalifah Allah di muka bumi. #Keras
37. Jika menyadari posisi sbg khalifah (wakil) Allah, apakah kita biarkan saja akhlaq kita berantakan? #Keras
38. Jelaslah bhw aqidah dan akhlaq memiliki keterkaitan yg tdk mungkin diabaikan. #Keras
39. Yang tadi itu adalah contoh ekstrem. Tidak semua seperti itu, tentu saja. #Keras
40. Bagaimana pun, ini adalah catatan tersendiri yg harus diperhatikan bagi ISIS dan para pendukungnya. Mudah2an mrk cuma oknum. #Keras
41. Sudah banyak video kekejaman yg saya lihat, konon dokumentasi perbuatan ISIS. Tapi siapa yg bisa memastikan? #Keras
42. ISIS atau bukan, yg jelas video2 tsb menunjukkan sikap #Keras yg tdk pada tempatnya, jauh dari syari’at.
43. Ada, misalnya, yg memenggal orang kemudian menenteng kepalanya kemana-mana, seolah bangga. #Keras
44. Ada juga yg membariskan kepala2 org yg dieksekusi dan berfoto di belakangnya. Inikah org yg paham syari’at? #Keras
45. Ada jg video yg memperlihatkan org2 yg ditembak di kepala dari jarak dekat kemudian diceburkan ke laut. #Keras
46. Sekali lagi, pelakunya ISIS atau bukan, entahlah. Tapi yg jelas, video2 tsb menunjukkan ketidaktahuan akan syari’at. #Keras
47. Islam memang mengenal hukuman mati, namun tdk dilakukan dgn sembrono. #Keras
48. Ketika hukuman mati diberlakukan, tidaklah wajar jika kita bersenang2, apalagi berfoto2 bersama jenazah. #Keras
49. Jika hal itu dilakukan, apa bedanya kita dengan kaum zionis? http://www.theguardian.com/commentisfree/2014/jul/21/sharing-pictures-corpses-social-media-ceasefire … #Keras
50. Nabi Muhammad saw pun berperang dan melawan musuh, namun tdk ‘menikmati pembunuhan’ spt itu. #Keras
51. Kembali pd masalah ketidaktahuan saya, krn ketidaktahuan itulah maka saya harus mengikuti pendapat ulama yg sy percayai. #Keras
52. Saya, bersama-sama mayoritas umat Muslim lainnya, masih bertanya-tanya ttg hakikat ISIS dan profil para pendukungnya. #Keras
53. Satu hal yg pasti, kita harus menghindari sikap berlebihan dlm agama. #Keras
54. Segala hal yg berlebihan tidaklah disukai, termasuk dlm mempraktekkan ajaran2 agama. #Keras
55. Terlalu lembek itu tidak baik, namun terlalu #Keras pun sama tidak baiknya.
56. Terlalu bersemangat dlm melakukan ibadah2 pada akhirnya membuat manusia futur. Krn itu, beribadahlah secara bertahap. #Keras
57. Sudah berulang kali saya melihat anak muda yg berdakwah dgn ‘berapi-api’, namun tak lama kemudian jadi ‘mantan da’i’. #Keras
58. Semangat mempelajari Islam semestinya membuat perilaku kita menjadi lemah lembut, makin mudah memaafkan. #Keras
59. Jika sikap kita makin #Keras, maka mulailah bertanya-tanya: apa yang salah? Jika proses belajarnya benar, tidak akan demikian.
60. Sikap #Keras justru menjadi fitnah yg membuat orang sulit menerima seruan dakwah Islam.
61. Selain itu, orang2 yg bersikap #Keras jg paling mudah dimanfaatkan dan diadu domba.
62. Tantangan dakwah di jaman skrg sangatlah kompleks. Tak ada masalah yg bisa diselesaikan dgn sikap #Keras.
63. Nabi Muhammad saw pun berjihad, dan jihad adalah bagian dari ajaran agama. Namun tak semuanya diselesaikan dgn jihad. #Keras
64. Menang di Perang Badar, seri di Perang Uhud, sukses di Perang Ahzab, tp toh Mekkah ditaklukkan dgn hati, bukan pedang. #Keras
65. Bagaimana Rasulullah saw memasuki Mekkah? Sebagai pemenang! Tapi pedangnya saat itu tak diayunkan. #Keras
66. Beliau memasuki Mekkah dgn kepala tertunduk, janggut beliau hampir menyentuh pelana. Bacalah kisahnya dlm Sirah Nabawiyah. #Keras
67. Pada titik itulah rakyat Mekkah, yg sudah lama memerangi beliau, akhirnya menyadari hakikat dakwah Islam. #Keras
68. Nabi saw memerangi kaum Quraisy krn dulu tak ada lagi jalan lain, bukan krn beliau gila perang. #Keras
69. Jika ada jalan lain, maka tak perlu lagi menumpahkan darah. Tak ada pembantaian di hari Fathu Makkah. #Keras
70. Setelah itu, berbondong-bondonglah warga Mekkah memeluk Islam. #Keras
71. Dan selanjutnya, berbondong-bondong pulalah warga Jazirah Arab memeluk Islam. #Keras
72. Rasulullah saw adalah pemenang di medan jihad, namun yg lebih penting lagi, beliau adalah pemenang di hati umat manusia. #Keras
73. Kita harus menempatkan segala sesuatunya secara adil; segalanya harus seimbang. #Keras
74. Mrk yg mengatakan jihad tak diperlukan lagi jelas keliru, tapi yg berpikiran bhw jihad adalah segala2nya jg tdk teliti. #Keras
75. Jihad dibutuhkan utk mengamankan dakwah. Jika dakwah tdk terancam, apa salahnya kita bertukar pikiran dgn lisan? #Keras
76. Jika demikian halnya dgn org2 kafir, bukankah dgn sesama Muslim kaidah ini lebih wajar lagi utk diberlakukan? #Keras
77. Mengapa kita harus disibukkan dgn permusuhan sesama Muslim, padahal musuh2 Islam sudah sangat jelas? #Keras
78. Mengapa hati begitu sempit sehingga tak ada lagi tempat lapang utk memaafkan saudara2 kita yg seiman? #Keras
79. Jika begitu sulit bagimu utk bersikap lembut kpd hamba2 Allah, apakah engkau berharap Allah akan bersikap lembut kepadamu? #Keras
80. Di jaman penuh fitnah dan kebohongan ini, sepantasnyalah kita saling membangun kepercayaan, bukan saling menuntut. #Keras
81. Semoga kita dijadikan Muslim yg membuat saudara2 kita merasa aman dgn kehadiran kita. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin... #Keras

Selasa, 05 Agustus 2014

Kebaikan di TanganMu, Yang Maha Tahu

sekali lagi, dan entah sudah kali ke berapa mengintip blog salimafillah.com, saya menemukan ini, tulisan menarik, dengan gaya bahasa berbeda, padahal, cerita ini sudah berulang saya baca di buku lain, tapi, ini sangat menarik, silahkan di baca

kemarin, lelaki kekar itu memukul seseorang sekali hantam. Dan korbannya mati.
Semalaman dia gelisah, celingak-celinguk mengkhawatirkan dirinya. Si korban yang tewas adalah orang Qibthi, dari bangsa sang Fir’aun penguasa Mesir. Adapun dia dan teman-temannya dari keturunan Ya’qub, ‘Alaihissalam, suku pendatang yang diperbudak. Penguasa kejam itu bisa berbuat hal tak terbayangkan pada sahaya-sahaya yang melanggar aturan.
Lelaki dalam cerita di Surah Al Qashash itu, Musa namanya.
Dan pagi ini, kawan yang tempo hari dibelanya hingga dia tak sengaja menghilangkan nyawa kembali meminta bantuannya. Lagi-lagi teman sekampung yang memang pembuat onar itu bersengketa dengan seorang penduduk Lembah Nil. “Sungguh kamu ini benar-benar pencari gara-gara yang sesat perbuatannya!”, hardik Musa.
Tapi Musa sukar bersikap lain. Dicekaunya leher pria Qibthi itu, dan kepalan tangannya siap meninju. “Wahai Musa”, kata orang itu dengan takut-takut, “Apakah kau bermaksud membunuhku seperti pembunuhan yang kau lakukan kemarin?” Musa terhenyak. Rasa bersalah menyergapnya, keraguan melumuri hatinya. Cengkeramannyapun mengendur dan lepas. Melihat itu si calon korban tumbuh nyalinya. “Kau ini memang hanya bermaksud menjadi orang yang sewenang-wenang di negeri ini!”, semburnya.
“Hai Musa”, tetiba muncul seorang lelaki yang tergopoh dari ujung kota, “Para pembesar negeri di sisi Fir’aun sedang berunding untuk membunuhmu. Keluarlah segera!” Musa bimbang. “Pergilah cepat!”, tegas orang itu, “Sungguh aku ini tulus memberimu saran!”
Tanpa tahu jalan dan tanpa ada kawan, Musa bergegas lari. Dengan penuh was-was dan galau dia ayunkan kaki. Batinnya menggumamkan harap, “Semoga Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. Langkahnya lebar-lebar dan tak berjeda, pandangnya lurus ke depan tanpa menoleh. Dan setelah menempuh jarak yang jauh; memburu nafas hingga menderu, menguras tenaga hingga lemas, memerah keringat hingga lemah; inilah dia kini, sampai di sebuah mata air.
Negeri itu, nantinya kita tahu, bernama Madyan. Musa melihat orang berrebut berdesak-desak memberi minum ternak-ternak. Adapun di salah satu sudut yang jauh, dua gadis memegang kekang kambing-kambingnya yang meronta, menahan mereka agar tak mendekat ke mata air meski binatang-binatang itu teramat kehausan tampaknya.
Musa nantinya akan disifati sebagai lelaki perkasa oleh salah seorang gadis itu. Bukan tersebab dia menceritakan kisahnya yang membunuh dengan sekali pukul, melainkan karena dalam lapar hausnya, lelah payahnya, takut cemasnya, serta asing kikuknya; Musa sanggup menawarkan bantuan. Orang yang masih mau dan mampu menolong di saat dirinya sendiri memerlukan pertolongan adalah pria yang kuat.
Musa melakukannya.
Musa menggiring domba-domba itu ke mata air. Ketika dilihatnya ada batu menyempitkan permukaan situ, dia sadar inilah salah satu sebab orang-orang harus berdesak-desakan. Maka dengan sisa tenaga, diangkatnya batu itu, disingkarkannya hingga sumur itu lapang tepiannya. Lagi-lagi Musa membuktikan kekuatannya. Bahwa pria perkasa tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran dari manusia.
Tanpa bicara lagi dan tak menunggu ungkapan terimakasih, Musa berlalu seusai menuntaskan tugasnya. Dia menggeloso di bawah sebuah pohon yang kecil-kecil daunnya. Rasa lelah melinukan tulangnya dan rasa lapar mencekik lambungnya. Kemudian dia berdoa, “Rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqiir. Duhai Pencipta, Pemelihara, Pemberi Rizqi, Pengatur Urusan, dan Penguasaku; sesungguhnya aku terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan amat memerlukan.”
***
 Karena desakan hajat yang memenuhi jiwa; sebab keinginan-keinginan yang menghantui angan; kita lalu menghadap penuh harap pada Allah dengan doa-doa. Sesungguhnya meminta apapun, selama ianya kebaikan, tak terlarang di sisi Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahkan kita dianjurkan banyak meminta. Sebab yang tak pernah memohon apapun pada Allah, justru jatuh pada kesombongan.
“Kita dianjurkan untuk meminta kepada Allah”, demikian Dr. ‘Umar Al Muqbil menggarisbawahi tadabbur atas doa Musa setelah menolong dua gadis Madyan itu, “Baik hal kecil maupun hal besar”. Dalam kisah ini, sesungguhnya Musa yang kelaparan hendak meminta makanan. Cukup baginya, seandainya dia meminta jamuan kepada orang yang dia telah diberikannya jasa. Cukup baginya, sekiranya dia mengambil imbalan atas kebaikannya.
Tetapi Musa mengajarkan pada kita tiga hal penting dalam doanya. Pertama, bahwa hanya Allah yang layak disimpuhi kedermawananNya, ditadah karuniaNya, dan diharapi balasanNya. Mengharap kepada makhluq hanyalah kekecewaan. Meminta kepada makhluq hanyalah kehinaan. Bertimpuh pada makhluq hanyalah kenistaan.
Apapun hajat kita, kecil maupun besar, ringan maupun berat, remeh maupun penting; hanya Allah tempat mengharap, mengadu, dan memohon pertolongan.
Pelajaran kedua dari Musa adalah adab. Bertatakrama pada Allah, pun juga di dalam doa, adalah hal yang seyogyanya kita utamakan. Para ‘ulama menyepakati tersyariatkannya berdoa pada Allah dengan susunan kalimat perintah, sebagaimana banyak tersebut dalam Al Quran maupun Sunnah. Ia benar dan dibolehkan. Tetapi contoh dari beberapa Nabi dalam Al Quran menunjukkan ada yang lebih tinggi dari soal boleh atau tak boleh. Ialah soal patut tak patut. Ialah soal indah tak indah. Ialah soal adab.
Maka demikian pulalah Musa, ‘Alaihis Salam. Dia tidak mengatakan, “Ya Allah berikan.. Ya Allah turunkan.. Ya Allah sediakan..”. Dia merundukkan diri dan berlirih hati, “Duhai Rabbi; Penciptaku, Penguasaku, Penjamin rizqiku, Pemeliharaku, Pengatur urusanku; sungguh aku, terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan, amat memerlukan.”
Yang ketiga, bahwa Allah dengan ilmuNya yang sempurna lebih mengerti apa yang kita perlukan dan apa yang baik bagi diri ini daripada pribadi kita sendiri. Musa menunjukkan bahwa berdoa bukanlah memberitahu Allah apa hajat-hajat kita, sebab Dia Maha Tahu. Berdoa adalah bincang mesra dengan Rabb yang Maha Kuasa, agar Dia ridhai semua yang Dia limpahkan, Dia ambil, maupun Dia simpan untuk kita.
Maka Musa tidak mengatakan, “Ya Allah berikan padaku makanan”. Dia pasrahkan karunia yang dimintanya pada ilmu Allah yang Maha Mulia. Dia percayakan anugrah yang dimohonnya pada pengetahuan Allah yang Maha Dermawan. Diapun mengatakan, “Rabbi, sungguh aku, terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan, amat memerlukan.”
***
Gadis itu berjingkat dalam langkah malu-malu. Dia tutupkan pula ujung lengan baju ke wajah sebab sangat tersipu. Musa masih di sana, duduk bersahaja. Tepat ketika bayangan berkerudung itu menyusup ke matanya, lelaki gagah ini menundukkan pandangan.
“..Sesungguhnya Ayahku memanggilmu agar dia dapat membalas kebaikanmu yang telah memberi minum ternak-ternak kami..” (QS Al Qashash [28]: 25)
Allah yang merajai alam semesta memiliki jalan tak terhingga untuk memberikan karuniaNya kepada hamba. Baik untuk yang meminta maupun diam saja, yang menghiba maupun bermasam muka, yang yakin maupun tak percaya; limpahan rahmatNya tiada dapat dihalangi. Allah yang menguasai segenap makhluq memiliki cara tak terbatas untuk menghadirkan penyelesaian bagi masalah hambaNya. Allah yang menggenggam seluruh wujud, mudah bagiNya memilihkan sarana terbaik untuk menjawab pinta dan menghadirkan karunia.
Maka jangan pernah mengharap balasan itu datang dari orang yang pada kitalah budinya terhutang.
Tapi dalam kisah ini, Allah pilihkan jawaban doa dan balasan kebaikan melalui orang yang padanya Musa telah menghulurkan bantuan. Bukan sebab tiadanya jalan lain, melainkan karena Allah memang hendak menghubungkan Musa dengan mata air kebaikan yang telah disiapkanNya bagi tugas besarnya kelak. Sebuah keluarga terpilih, yang akan menjadi tempatnya mendewasa dan jadi titik tolak kenabian dan kerasulannya.
Untuk kita insyafi agar diri hanya menggantungkan asa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bahwa tak selalu Dia membalas kebaikan melalui orang yang menerima pertolongan kita. Hanya, mungkin saja itu terjadi. Sebab ada kebaikan yang Allah persiapkan di balik itu, berlipat-lipat, bergulung-gulung. Seperti yang dialami Musa.
“Berjalanlah di belakangku”, sahut Musa, “Dan berilah isyarat terhadap arah yang kita tuju.” Kita tahu, nanti Musa akan dijuluki sebagai ‘Yang Tepercaya’ karena ucapan ini. Sungguh memang, betapa tepercaya lelaki muda yang tetap menjaga pandangannya, pada gadis asing yang jelita, yang mendatanginya untuk kemudian berjalan hanya berdua.
Maka hari itu berubahlah hidup Musa. Sang pelarian dari Mesir menemukan tambatan hidup. Di rumah seorang bapak tua dari negeri Madyan, dia dijamu makan, dilingkupi perlindungan, diberi tempat tinggal, ditawari pekerjaan, kemudian nantinya dinikahkan, dan akhirnya diberi tugas kenabian.
Musa meminta makanan dengan tatakrama yang baik. Yaitu, dia pasrahkan kebaikan apapun yang hendak diberikan Allah padanya ke dalam cakupan ilmuNya. Musa meyakini bahwa apapun yang akan dikaruniakan Allah padanya adalah lebih baik dari semua dugaan dalam permohonannya. Maka Allah memberinya kelimpahan tak terbayangkan.
Demikianlah Allah, Rabb yang Maha Pemurah. Bahkan apa yang kita tak pernah memintanya, Dia tak pernah alpa memberikannya. Maka pada tiap doa, sesungguhnya kita diharap bersiap untuk menerima yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih indah. Di dunia maupun akhirat. Sebab hanya di tanganNyalah segala kebaikan. Sebab Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
***
“Aku tak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan”, demikian ‘Umar ibn Al Khaththab pernah berkata. “Sebab setiap kali Allah mengilhamkan hambaNya untuk berdoa, maka Dia sedang berkehendak untuk memberi karunia.”
“Yang aku khawatirkan adalah”, lanjut ‘Umar, “Jika aku tidak berdoa.”
Takkan terasa manisnya kehambaan, hingga kita merasa bahwa bermesra pada Allah dalam doa itulah yang lebih penting dari pengabulannya. Takkan terasa lezatnya ketaatan, hingga kita lebih mencintai Dzat yang mengijabah permintaan kita, dibanding wujud dari pengabulan itu.
Inilah lapis-lapis keberkahan.
Seperti Musa, di lapis-lapis keberkahan kita berlatih untuk meyakini bahwa segala kebaikan ada dalam genggaman Allah. Di lapis-lapis keberkahann, kita juga belajar bahwa ilmu Allah tentang kebaikan yang kita perlukan adalah pengetahuanNya yang sempurna, jauh melampaui kedegilan akal dan kesempitan wawasan kita. Maka di antara jalan berkah adalah, rasa percaya yang diwujudkan dalam tatakrama.
Di lapis-lapis keberkahan, kita mengeja iman dan adab itu dalam doa-doa. Dan inilah firmanNya yang Maha Mulia menutup renungan kita dengan lafal doa yang penuh makna:
“Katakan: duhai Allah, pemilik kerajaan maharaya, Engkau berikan kekuasaan kepada sesiapa yang Kau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan itu dari siapa saja yang Kau kehendaki. Engkau muliakan sesiapa yang Kau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa jua yang Kau kehendaki. Di tanganMulah segala kebaikan. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Kau benamkan siang ke dalam malam. Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan Kau seruakkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau mengenugrahi rizki pada siapapun yang Kau kehendaki tanpa terbatasi.” (QS Ali ‘Imran [3]: 26-27)

Senin, 04 Agustus 2014

pernikahan

ah, tak pantas rasanya saya membicarakan hal ini.
masih ingusan, pengalaman tak ada, belum menikah pula. namun, ada hal yg membuat tangan saya gatal menulis.
well, ini hanya pendapat pribadi saat ini. entah nantinya bagaimana, apakah saya tetap berpikiran macam ini ataukah berubah.
pernikahan tak hanya sekedar penyatuan cinta dua sejoli, tapi juga penyatuan visi misi. ketika memutuskan untuk memulai kehidupan ke jenjang yg lebih tinggi, maka, ada visi dan misi yg harus di persiapkan. tentu, visi dan misi ini berbeda dengan alasan. jelas, ketika menikah alasannya adalah wujud kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah saw, ini yg kalau tidak salah saya kutip dari pernyataan salah seorang istri ustad.
nah, lanjut ke pembahasan visi misi. menurut analisa saya (sok-sok an saja sih :p ) ketika pasangan menikah memiliki visi dan misi, maka, akan ada yg menghidupkan pernikahan itu ketika cinta mulai menyentuh titik jenuh. baru hipotesis, semoga dapat saya buktikan nanti.
karena mereka memiliki tujuan, tentunya, visi misi ini haruslah berhubungan dengan wujud ketaqwaan kepada Allag SWT,
contoh kecilnya, visi: sama2 menuju surganya Allah, melahirkan generasi penuh manfaat bagi Agama dan negara, dan lain sebagainya.
hehe,, sekali lagi, ini hanya hipotesis,, agar pernikahan bukan hanya sekedar akhir dari masa pacaran, pelepasan masa lajang, perubahan status tapi lebih dari itu,,
sehingga,, akan terbangun rumah tangga penuh semangat untuk meraih ridho Allah SWT
CMIIW, :)