Senin, 12 Mei 2014

kesederhanaan Rasulullah

catatan di fb, yg udah lamaaa sekali ditandai *biar tidak tenggelam

29 Desember 2010 pukul 10:49
Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan adlah hadiah bagi seorang mu’min.” Berikut akan diceritakan kisah kesederhanaan hidup Rasulullah saw yang patut kita mencontohnya dalam kehidupan kita. Ini diambil dari buku fadhilah amal.


Penolakan Rasulullah Saw. Terhadap Tawaran Gunung Emas

          Rasulullah Saw bersabda,”Rabbku telah menawarkan kepadaku untuk mengubah bukit-bukit di Madinah menjadi emas. Tetapi aku menadahkan tangan kepada-NYA, sambil berkata,” ya Allah, aku lebih suka sehari kenyang dan lapar pada hari berikutnya agar aku dapat mengingat-MU apabila sedang lapar dan memuji-MU serta mensyukuri nikmat-MU apabila kenyang.” (Hr. Tirmidzi)
        Hikmah: inilah kehidupandari jiwa yang suci, yang namanya sering kita sebut, dan kita juga bangga menjadi umatnya. Oleh karena itu, kita harus menjadikan kehidupan beliau sebagai ittiba’ bagi kehidupan kita.

Rasulullah Saw Memperingatkan Umar R.a dengan Kehidupan Beliau Yang Zuhud.

       
        Suatu ketika Nabi Saw. Telah bersumpah akan berpisah dengan isteri-isterinya selama satu bulan sebagai peringatan bagi mereka. Selama sebulan beliau tinggal seorang diri di dalam sebuah kamar yg sederhana yg letaknya agak tinggi. Terdengar kabar diantara para sahabat bahwa Nabi Saw telah menceraikan semua isterinya. Ketika Umar bin Khatab Ra mendengar kabar ini, dia segera berlari ke masjid. Setibanya disana, ia melihat para sahabat sedang duduk termenung, mereka bersedih dan menangis. Juga kaum wanitanya menangis di dalam rumah-rumah mereka. Kemudian Umar r.a pergi menemui putrinya, Hafshah r.a yg telah dinikahi Nabi Saw.
        Umar r.a mendapati Hafshah r.a sedang menangis di dalam kamarnya. Umar r.a bertanya,” mengapa engkau menangis? Bukankah selama ini aku telah melarangmu agar jangan melakukan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan Nabi?”
         Kemudian ia kembali ke masjid, terlihat olehnya beberapa orang sahabat sedang menangis di dekat mimbar. Kemudian ia duduk bersama para sahabat beberapa saat, lalu berjalan kea rah kamar Nabi Saw yang terletak di tingkat atas masjid. Dia mendapati Rabah r.a, seorang hamba sahaya sedanfg duduk di tangga kamar itu. Melalui Rabah r.a ia meminta izin untuk menemui Rasulullah. Rabah r.a pergi menjumpai Rasulullah, kemudian kembali dan memberitahukan bahwa ia telah menyampaikan keinginannya, namun Rasulullah hanya diam tanpa menjawab pertanyaan beliau. Permintaannya untuk menjumpai Rasulullah diulang beberapa kali, hingga yang ketiga kalnya barulah Rasulullah mengizinkan naik. Ketika Umar r.a masuk, ia menjumpai Rasulullah sedang berbaring di atas sehelai tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma., sehingga di badan Rasulullah yang putih bersih dan indah itu terlihat jelas bekas-bekas daun kurma. Di tempat kepala beliau ada sebuah bantal yang dibuat dari kulit binatang yang dipenuhi oileh daun dan kulit pohon kurma.
Umar r.a bercerita,” aku mengucapkan salam kepada beliau kemudian bertanya, “Apakah engkau telah menceraikan semua isterimu?” Rasulullah menjawab, “Tidak.”
Aku merasa sedikit lega. Sambil bercanda aku mengatakan, “Ya Rasulullah, kita adalah kaum Quraisy yg selamanya telah menguasai wanita-wanita kita. Tetapi setelah kita hijrah ke Madinah, keaadannya sungguh berbeda dengan orang Anshar, mereka dikuasai wanita-wanita mereka sehingga wanita kita terpengaruh dengan kebiasaan mereka.”
Rasulullh tersenyum mendengar perkataan aku. Aku memperhatikan keadaan kamar Nabi, terlihat tiga lembar kulit binatang yang telah disamak dan sedikit gandum di sudut kamar itu, selain itu tidak terdapat apapun, aku menangis melihat keadaan itu.
Rasulullah saw bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Aku menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis ya Rasulullah. Aku sedang melihat bekas tanda tikar yang enkau tiduri di badan engkau yang mulia dan aku prihatin melihat keadaan kamar ini. Ya Rasulullah, berdoalah semoga Allah mengaruniakan kepada tuan bekal yang lebih banyak. Orang-orang Persia dan Romawi yang tidak beragama dan tidak menyembah Allah, tetapi raja mereka hidup mewah. Mereka hidup gi taman yang di tengahnya mengalir sungai, sedangkan enkau adalah pesuruh Allah, tetapi engkau hidup dalam keadaan miskin.”
Ketika aku berkata demikian, Rasulullah sedang bersandar di bantalnya, bbeliau bangun lalu berkata, “Wahai Umar, sepertinya engkau masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah, kenikmatan di akhirat nanti akan jauh lebih baik daripada kesenangan hidup dan kemewahan dunia ini. Jika oaring-orang kafir dapat hidup mewh di dunia ini, kita pun akan memperoleh segala itu di akhirat nanti. Disana kita akan mendapatkan segala-galanya.”
Mendengar sabda Nabi saw itu, aku menyesal, lalu berkata, “Ya Rasulullah, memohon ampunlah kepada Allah untuk aku. Aku telah bersal;ah dalam hal ini.’ (al-fath)
Hikmah: Rasulullah saw adalah pemeimpin agama dan dunia, sekaligus kekasih Allah swt, namun beliau tidur di atas sehelai tikar yang tidak dilapisi apa pun, sehingga menimbulkan goresan bekas tikar itu di badan beliau yang putoih. Kita dapat mengetahui bagaimana keadaan ekonomi Rasulullah saw. Ketika Umar menganjurkan beliau untuk berdoa kepada Allah supaya diberi harta, beliau malah memperingatkannya.
Seseorang bertanya kepada Aisyah r.ha mengenai tempat tidur Rasulullah saw. Aisyah r.ha menjawab, ‘Bantalnya terbuat dari kulit binatang yg diisi dengan kulit pohon kurma.”
Pertanyaan yang sama dikemukakan kepada Hafshah r.ha. dia menjawab, “Tikarnya terbuat dari sehelai kain yang dilipat dua. Pada suatu hari untuk memberi kenyamanan pada Nabi, aku telah menghamparkan kain itu berlipat empat. Keesokan harinya Nabi saw bertanya, “Apakah yang telah hamparkan untukku tidur tadi malam sehingga tersa lebih empuk?” Aku menjawab, “Kain yang sama tetapi aku melipatnya empat lipatan.” Beliau besabda, “Lipatlah seperti semula, kenyamanan seperti tadi malam akan menghalangi shala tahajjudku.”
Keadaan kita saat ini selalu iongin tiodur nyaman di atas kasur yang empuk. Lihatlah Rasulullah saw. Padahal Allah swt pernah menawarkan harta kekayaan yang banyak kepada beliau, namun beliau menolaknya. Beliau tidak pernah mengeluh sedikitpun. Subhanallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar