Senin, 24 Maret 2014

sahabat weker






Aku tersentak.
Bayangan mimpi tadi masih berkeliaran di kepalaku. Bangun pagi, sarapan pergi ke sekolah..
“ya ampun sekolah!” aku panik. Jam menunjukkan pukul 07.15.  wah, pasti telat banget. Mandi dan sarapan kulakukan dengan kecepatan bak pembalap Lorenzo. Sampai ibu dan ayah geleng-geleng kepala dibuatnya.
“jadi, ibu bangunin tadi, kamu belum juga bangun?” sapa ibu
“sudah SMA loh nak, masih suka telat gitu,”
Aku tidak bisa menggubris kata-kata mereka lagi.
“yah, bu, Rika pergi ya,” kutarik tangan mereka berdua untuk salaman. Aku pun berlari, untuknya jarak sekolah ke rumahku dekat. Tapi, jam sudah menunjukkan pukul 07.35.
Ditengah kepanikan itu, terlintas ingatan jadwal hari ini. Bukannya masuk jam 07.45?
“syukurlah tepat waktu,” aku lega. Lega sekali. Bukannya apa-apa. Inikan hari pertama orientasi siswa baru, masak telat sih.
Kemudian aku berkenalan dengan Siska.
“kamu yang tadi hampir telat ya?”
“he he, iya, aku memang suka begitu,” ternyata aku hampir telat tadi.
“aku Siska, kamu?”
“Rika,”
Kemudian kami diam. Kehabisan bahan omongan.
“Sis, kamu tinggal di mana?”
Lama Siska terdiam. Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah tadi?
“eh, maaf, apa ada yang salah dengan pertanyaanku?”
Siska tersenyum.
“haha, nggak kok Rik, aku sedang berpikir, bagaimana menjelaskan tempat tinggalku padamu,” jelasnya.
“maksudnya?”
“aku tinggal di seberang sungai, dekat pasar itu loh Rik,”
Aku takjub. Dekat pasar? Berarti jauh banget.
“jauh dong?”
Ia mengangguk, “ia, sekitar tiga kilometer,”
Aku takjub, wow! “kamu, pake apa ke sini?”
“sepeda,” dengan santai Siska menjawab.
Aku malah lebih takjub lagi. Sepeda?
Satu minggu setelah masa orientasi, kami belajar seperti biasa. Dan tentunya masuk pada jam biasa. Jam 07.00. Jam yang aku tak pernah datang tepat waktu dari dulu.
“telat lagi Rik?”
“iya nih Sis,”
“kamu nggak pasang weker? Atau minta dibangunin papa mama kamu?”
Aku merenung sejenak. Weker? Ada empat buah kali di kamar. Semua aku setting pada jam 05.00 pagi. Dan ibu? Atau ayah? Mereka bergantian bangunin aku dari dulu, tapi tetep aja, setelah bangun, sholat subuh, lalu aku tidur lagi. Itulah masalahnya.
“oh, jadi kamu tidur lagi?” Tanya siska setelah kujelaskan apa adanya.
“iya, ngantuk banget sih,”
“pantesan aja,”
Kami tertawa, lalu aku penasaran, kenapa Siska nggak pernah telat ke sekolah. Padahal rumahnya kan jauh banget.
“kok kamu nggak pernah telat Sis?”
“aku selalu bangun jam 04.30 pagi, ya, setelah itu aku nggak bisa tidur lagi. Soalnya kan langsung siap-siap berangkat,”
“oh,”
Pagi ini, pak maman sudah mulai mengajar di papan tulis, beliau hanya geleng-geleng kepala melihatku terlambat lagi.
Bangkuku kosong? Berarti Siska nggak ada. Apa dia ke toilet?
Teng.. teng.. teng..
Bel istirahat berbunyi. Dan aku masih sendiri. Artinya Siska beneran nggak masuk.
“halo, ini Siska kan? Kok nggak masuk Sis?”
“eng, sepedaku rusak Rika, dan nggak ada yang bisa nganter aku pagi-pagi,”
“oh, begitu, ya udah, nanti kamu pinjem catatanku aja ya,”
Iya, makasih Rik, udah dulu ya,” Siska menutup pembicaraan kami.
Keesokan harinya Siska tidak masuk lagi. Mungkin sepedanya masih rusak. Kemudian aku terpikirkan suatu ide yang sangat cemerlang.
“tapi, aku nggak bisa ngerepotin orang Rik,”
Aku menyampaikan ideku pada Siska, yaitu untuk tinggal dirumahku saja.
“nggak kok,”
“aku juga nggak mau hutan budi sama orang, pake apa aku membalas kamu nanti?”
“gini aja, aku kan susah banget bangun pagi, jadi kamu jadi weker aku aja?”
Kening Siska mengkerut. Tak lama, bibirnya pun tersenyum. Dan ia mengangguk tanda setuju.
“yes! Makasih ya Sis,”
“nggak, aku yang harusnya bilang itu,”
Masalah beres, aku sudah punya weker baru yang membuatku tidak telat lagi. Dan Siska, kini bisa berangkat sekolah, meskipun sepedanya rusak.
Indahnya persahabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar