Rabu, 01 Oktober 2014

Analisis Metode dan Media Terhadap Aplikasi Teori Behaviorisme



BAB II
A.    Pengertian Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
B.     Ciri dari Teori Belajar Behaviorisme
Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini, berpendapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
C.    Keunggulan dan Kelemahan Teori Behaviorisme
a.       Keunggulan Teori Behaviorisme
1.      Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.        Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.
b.        Kelemahan Teori Behaviorisme
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1.      Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2.        Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan ,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.

D.    Aplikasi teori behaviorisme 
Prinsip Umum Aplikasi Teori Behavirostik Dalam Pembelajaran
    Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif. Apalagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah: 
1.      Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2.      Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons.
3.      Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut : 
1.      Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
2.      Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3.      Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
a.       Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (obserbable)
b.      Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c.       Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d.      Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).
Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut :
1.      Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa Siswa sebagai subjek yang akan diharapkan mampu memiliki sejumlah kompetensi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali (mereka sangat mungkin telah memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang di dapat di luar proses pembelajaran). Selain itu, setiap siswa juga memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal mengakses dan atau merespons sejumlah materi dalam pembelajaran. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh guru jika melakasanakan analisis terhadap kemampuan dan karakteristik siswa, yaitu :
a.       Akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prasyarat (prerequisite) bagi bahan baru yang akan disampaikan.
b.      Akan memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan berdasar pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa.
c.       Akan dapat mengetahui latar belakang sosio-kultural para siswa, termasuk latar belakang keluarga, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
d.      Akan dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmaniah maupun rohaniah.
e.       Akan dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa.
f.       Dapat mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa.
g.      Dapat mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya.
h.      Dapat mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi para siswa
(Oemar Hamalik, 2002 : 38 -40)
2.      Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak akan over-estimate dan atau under-estimate terhadap siswa. Namun kenyataan tidak demikian adanya.
Sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan dibelajarkan di dalam kelas. Untuk dapat memberi layanan pembelajaran kepada semua kelompok siswa yang mendekati idealnya (sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing kelompok) kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu:
a.       Siswa menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokkan (dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran).
b.      materi  pembelajaran disesuaikan dengan keadaan siswa (Atwi Suparman, 1997:108). Materi pembelajaran yang akan dibelajarkan, apakah disesuaikan dengan keadaan siswa atau siswa menyesuaikan materi, keduanya dapat didahului dengan   mengadakan tes awal atau tes prasyarat (prerequisite test). Hasil dari prerequisite  test ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu : siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni:
·         sudah cukup paham dan mengerti, serta
·         belum paham dan mengerti. Jika keputusan yang diambil siswa dikelompokkan     menjadi dua di atas, maka konsekuensinya: materi, guru dan ruang belajar harus dipisah.
Hal seperti ini tampaknya sangat susah untuk diterapkan, karena berimplikasi pada penyediaan perangkat pembelajaran yang lebih memadai, di samping memerlukan dana (budget) yang lebih besar. Cara lain yang dapat dilakukan adalah, atas dasar hasil analisis kemampuan awal siswa dimaksud, guru dapat menganalisis tingkat persentasi penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin diketahui adalah bahwa pada pokok materi pembelajaran tertentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti, dan pada sebagian pokok materi pembalajaran yang lain sebagian besar siswa belum atau tidak mengerti dan paham.
    Rencana strategi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru terhadap kondisi materi pembelajaran yang sebagian besar siswa sudah mengetahuinya, materi ini bisa dilakukan pembelajaran dalam bentuk ko-kurikuler (siswa diminta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar, lalu diminta melaporkan hasil diskusi kelompok dimaksud). Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang tidak dan belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan dibelajarkan secara penuh di dalam kelas.
    Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
1.      Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan analisis pembelajaran
3.      Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajaran.
4.      Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5.      Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6.      Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu)
7.      Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8.      Mengamati dan menganalisis respons pembelajaran
9.      Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif.
10.  Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).

E.     Analisis Metode terhadap Aplikasi Teori Behaviorisme
Dari segi bahasa Arab, metode berarti prosedur, proach/pendekatan.
Metode apa pun yang digunakan oleh pendidik/guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip KBM. 
    Pertama, berpusat pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu kesalahan jika guru memerlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan.
    Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperloleh pengalaman nyata.
    Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together).
    Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingi tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik ungtuk berpikir kritis dan kreatif.
    Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan ang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik.
    Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. 
Metode ceramah, Metode tanya jawab, Metode tulisan, Metode diskusi, Metode pemecahan masalah (problem solving),  Metode kisah, Metode perumpamaan, Metode pemahaman dan penalaran (al-ma’fifah wa al-nazhariyah), Metode Perintah Berbuat Baik dan Saling Menasihati, Metode Suri Telada, Metode Hikmah dan Mau’izhah Hasana, Mitode Peringatan dan Pemberian Motivasi, Metode Praktik, Metode karya wisata, Pemberian Ampunan dan Bimbingan, Metode Kerja Sama, Metode Tadrij (Pentahapan).

F.     Analisis Media Terhadap Aplikasi Teori Behaviorisme
Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.
Sebelum kita menentukan suatu media, kiranya, kita harus mengatahui manfaat media itu sendiri. Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar. Salah-satunya, pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Alasan kedua, mengapa penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.  Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut. Sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. 
    Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994:6):
    Pertama, media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan roses belajar mengajar;
    Kedua, fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
    Ketiga, seluk-beluk proses belajar; 
    Keempat, hubungan antara metode mengajar dan media pendidiakn;
    Kelima, nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
    Keenam, pemilihan dan penggunaan media pendidin;
    Ketujuh, berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
    Kedelapan, media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;
    Kesembilan, usaha inovasi dalam media pendidikan.
    
    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi sehingga membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
    Untuk penggunaan media, memiliki batasan-batasan, di antaranya, sebagai berikut:
1.      Media pendidikan memiliki pegertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didenga, atau diraba dengan pancaindra.
2.      Media pendidikan memiliki pengertian non-fisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupkan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
3.      Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
4.      Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
5.      Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa  dalam proses pembelajaran.
6.      Media pendidikan dapat digunakan secara massa (misalnya : radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya : film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya : modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder).
7.      Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.


Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar