Kamis, 16 Oktober 2014

alone and tears

Terkadang, saya berpikir untuk pergi ke suatu tempat seperti ke pantai yang sepi, hanya sendiri. Kemudian berjalan melewati deburan ombak, membiarkan air yg asin meninggalkan sisa2 garam di kaki. Merenung sendiri, di dalam suasana sepi. Hanya deburan ombak yg memenuhi telinga. Meninggalkan gemericik riuh rendah kehidupan saat ini.
Ada kalanya kita butuh sendiri. Hanya berbicara dengan hati. Meluapkan seluruh keluh kesah pada Allah, dan membiarkan air mata tumpah ruah.
Ada saat2 dimana hal itu menjadi sesuatu yg saya rindukan. Bebas menumpahkan seluruh rasa dan air mata kepadaNya.
Menahan air agar tak keluar dari mata itu sakit. Tapi saya sudah terbiasa. Membiarkannya terpendam dalam hati, menampilkan senyum dibalik rasa tak tentu, mengalihkn pikiran ke hal yg menyenangkan.
Walau terkadang, bendungan itu jebol juga.
Saya bukan orang yg terampil bercerita. Pemalu pula. Jadi, saaya lebih suka menumpahkan semuanya pada Allah ketimbang ke yg lain. Lebih bebas menangis sepuasnya.
Ada rasa sesekali ingin bercerita ke seseorang. Tapi, entah mengapa niat itu luntur seketika. Ada hal yg saya rasa mereka tak akan memahami. Bahkan memperburuk keadaan. Ada hal yg mungkin tak ada yg boleh tau. Walau itu adalah masalah yg butuh sebuah solusi. Bukannya saya tak percaya pada sahabat dekat sekalipun, tapi, membiarkan mereka juga menanggung beban yg saya ceritakan, rasanya tak enak juga. Membuat mereka ikut berpikir keras, rasanya tak perlu. Intinya sataya tak ingin membuat orang repot. Lagipula, saya sangat malu jika menangis depan orang. Apalagi sampai bertumpah ruah air mata.
Jadi, memang jauh lebih baik menceritakan semuanya, menumpahkan semua pada Allah semata.
Lebih lega dan puas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar